Menata Keikhlasan Hati

Sungguh mudah mengatakan dengan lisan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah. Akan tetapi, apakah selancar itu pula ketauhidanan mengalir dalam darah kita, sehingga mendorong suluruh anggota tubuh menuju kesamaan antara ikrar dan amal perbuatan?

Lisan kita mungkin bisa berkata bahwa tauhid telah menyungsum, mandarah-daging dalam tubuh kita. Namun tak jarang, tanpa disadari, Allah telah dipersekutukan dengan majikan, atasan, kekayaan, atau pangkat. Bahkan Allah juga dipersekutukan dengan suami, istri, atau anak. Tidak Cuma itu, Allah juga dipersekutukan dengan pujian dan sembah sanjung terhadap yang lain.

Istri lebih takut dimarahi suami ketimbang dimurkai Allah. Orang lebih takut kehilangan kekuasaan daripada mencari iman. Ibadah lebih suka karena dipuji orang lain daripada mencari ridha Allah. Manusia lebih ngeri terhadap pengadilan dunia daripada mahkamah ilahi. Padahal jika Allah menghendaki, segala usaha dan ikhtiar manusia akan hancur sia-sia.

Sungguh, keikhlasan hatilah yang sebenarnya merupakan harta hakiki seorang manusia. Ibadah apapun yang dikerjakannya tanpa keikhlasan, niscahya hanyalah sia-sia belaka. Dalam Al-Qur’an surah al-A’raaf ayat 29, Allah SWT. Berfirman, “… luruskanlah muka(hati)mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kapada-Nya…”

Oleh karena itu, orang yang paling menikmati hidup ini adalah orang yang paling bersungguh-sungguh menjaga keikhlasannya. Orang yang ikhlas menyakini bahwa dirinya hanya memiliki dua kewajiban. Pertama, meluruskan niat dan yang kedua menyempurnakan ikhtiar.

Mudah-mudahan Allah yang Mahatau lintasan hati kita, benar-benar mencabut dari diri ini kerinduan dipuji, dihargai, dihormati, dibalas budi oleh makhluk-makhluk-Nya, karena ternyata yang membuat kita menderita adalah ketamakan mendapat penghormatan. Lihatlah, kadang kita sampai menipu diri, mendustakan diri sendiri hanya karena kita rindu dihargai orang lain.

Andaikata kita lebih disibukkan untuk membela partai dari pada membela kemuliaan Islam, maka keikhlasannya bisa dipertanyakan. Seandainya kita lebih gigih membela organisasi yang kita ikuti daripada membela kebersamaan umat Islam, keikhlasan kita dalam hal ini pun perlu dipertanyakan.

Orang ikhlas mampu menembus perbedaan warna kulit, kelompok, dan organisasi, karena sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah bersaudara, “Innamal mu’minuuna ikhwah”. Semoga kita dapat menikmati sikap kasih sayang yang kita miliki karena telah sungguh-sungguh melakukan hal terbaik di jalan Allah. Dan, kita berharap mudah-mudahan segala kenikmatan yang kita dapatkan dari Allah merupakan buah dari keiklasan kita di dalam beramal dan berbuat kebajikan.

Wallahu a’lam.

K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

Leave a comment